Rabu, 10 Agustus 2016

Kekurangan menjadi sebuah kelebihan



SLB Negeri BATANG Juara 2 Bulu Tangkis O2SN Nasional

BATANG – SLB Negeri Batang berhasil meraih juara dua dalam O2SN Tingkat Nasional. Dalam event ini, salah satu muridnya, bernama Aghna Fiqhiya berhasil menjadi juara dua bulu tangkis 02SN jenjang SDLB. Event ini sendiri digelar di Jakarta 24-28 Juli 2016.
“Salah satu dari murid kami berhasil mewakili Jawa Tengah dalam O2SN tingkat Nasional, beberapa waktu yang lalu di Jakarta. Aghna sebelumnya merupakan juara 1 Jawa Tengah.
Jadi dia yang mewakili, dan alhamdulillah, di tingkat nasional bisa juara 2,” beber Kepala SLB Negeri Batang, Sujarwo SPd didampingi guru kelas, Dwi Janardana W, saat diwawancarai, Rabu (3/8).
Dijelaskan, Aghna sendiri sebelumnya telah menjadi wakil Batang dalam O2SN tingkat Jawa Tengah, yang diselenggarakan bulan Mei 2016. Kemudian di tingkat provinsi ia mendapatkan juara satu dan berhak mewakili Jawa Tengah. Namun di tingkat nasional sendiri ia belum dapat menjadi juara 1. Dan hanya dapat meraih juara dua.
Keberhasilan Aghna sendiri tak lepas dari dukungan orang tuanya. Menurut penuturan pihak sekolah, orang tuanya sendiri sering menemani Aghna. Bahkan di waktu perlombaab orang tuanya tetap mendampingi. Dwi Juga menambahkan, jika Aghna yang saat ini resmi naik kelas tujuh SMP rajin mengikuti berbagai kompetisi, bahkan kompetisi umum.
“Memang orang tuanya ini sering mendampingi Aghna. Bahkan kemarin lomba saja orang tuanya yang mendampingi karena hanya satu orang yang diperbolehkan mendampingi. Dan Aghna ini juga kalau tidak didampingi orang tuanya, gampang sekali down. Aghna juga sering bertanding di kompetisi umum, jadi bisa buat ajang latihan,” imbuhnya.
Aghna sendiri sebelumnya juga sudah menjuarai kompetisi serupa. Namun sbeelumnya ia hanya bisa sampai ke jenjang provinsi. Aghna memang dikenal ulet dan rajin latihan.
“Ia memang rajin latihannya mbak. kebetulan dia juga punya pelatih. Kami dari sekolah hanya memfasilitasinya saja. Selain itu kami berharap agar nantinya Aghna bisa memotivasi murid yang lainnya dan anak normal lainnya. Bahwa cacat bukanlah halangan untuk berprestasi,” tandasnya. (ap5)
Penulis: Novia Rochmawati & Redaktur: Dalal Muslimin

Minggu, 31 Juli 2016

Rilis Aplikasi Dapodik 2016

Yth. Bapak/Ibu Kepala Sekolah dan Operator Dapodik SD, SMP, SLB, SMA dan SMK
di Seluruh Nusantara
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur, Alhamdulillah. Tim Dapodikdasmen telah merilis Aplikasi Dapodik 2016 sebagai langkah tindak lanjut untuk menyatukan Aplikasi Dapodik (front-end) untuk jenjang Pendidikan Dasar (Dapodik SD/SMP/SLB) dan jenjang Pendidikan Menengah (Dapodik SMA/SMK). Pada Aplikasi Dapodik 2016 terdapat beberapa pembenahan yang cukup siginifikan dalam hal data referensi, metodologi registrasi, mekanisme memasukkan data GTK baru, pengaturan kurikulum dan pembelajaran. Pembenahan-pembenahan tersebut sebagai upaya dalam melakukan sinkronisasi aturan/regulasi, prosedur, dan mekanisme pemanfaatan data dari Dapodik untuk transaksional di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, transaksi BOS, PIP dan lainnya.  Diharapkan dengan pembenahan ini akan semakin meningkatkan kualitas data di Dapodik dalam mendukung semua transaksional di lingkungan Kemendikbud.
Pembaruan pada Aplikasi Dapodik 2016 selain dilakukan di sisi  front-end, juga dilakukan pembaruan pada database, yang telah menggunakan database versi 2.54. Maka secara teknis Aplikasi Dapodik versi sebelumnya (Dapodik SD/SMP/SLB 4.1.1 dan Dapodik SMA/SMK 8.4.0**) tidak dapat langsung di-upgrade ke Dapodik 2016, akan tetapi harus melakukan install ulang. Oleh karenanya Aplikasi Dapodik 2016 dirilis hanya dalam bentuk INSTALLER Dapodik 2016 (tidak ada versi UPDATER).

Berikut ini merupakan daftar perubahan pada Aplikasi Dapodik 2016:
  • [Pembaruan] Pembaruan tampilan antarmuka pengguna
  • [Pembaruan] Fungsi ganti gambar profil pengguna
  • [Pembaruan] Penambahan menu Sekolah Aman pada data rinci sekolah
  • [Pembaruan] Penambahan kolom isian pada sanitasi di data rinci sekolah
  • [Pembaruan] Penambahan kolom Aktivitas Peserta didik pada tabel MoU Kerjasama untuk SMK pada data rinci sekolah
  • [Pembaruan] Penambahan isian nama wajib pajak di form sekolah
  • [Pembaruan] Menu dropdown di data rinci sekolah
  • [Pembaruan] Penambahan penilaian komponen pada input kondisi
  • [Pembaruan] Status tingkat kerusakan
  • [Pembaruan] Sidebar data periodik sarana, buku dan alat
  • [Pembaruan] Status kolom "vld"
  • [Pembaruan] Menu validasi (hanya 1 kali perbaikan)
  • [Pembaruan] Kolom ID Bank, Rekening Bank, dan Rekening atas nama
  • [Pembaruan] Kolom nama wajib pajak pada PTK
  • [Pembaruan] Sidebar daftar tugas tambahan
  • [Pembaruan] Menu paging pada tabel PTK
  • [Pembaruan] Penambahan kolom penerima KIP pada Peserta Didik
  • [Pembaruan] Penambahan kolom nomor KIP pada Peserta Didik
  • [Pembaruan] Penambahan kolom nama di KIP pada Peserta Didik
  • [Pembaruan] Penambahan kolom nomor KKS pada Peserta Didik
  • [Pembaruan] Penambahan kolom nomor registrasi akta lahir pada Peserta Didik
  • [Pembaruan] Penambahan kolom alasan menolak KIP pada Peserta Didik
  • [Pembaruan] Penambahan kolom NIK ayah, ibu, dan wali pada Peserta Didik
  • [Pembaruan] Menu paging pada tabel PD
  • [Pembaruan] Pengelompokan validasi berdasarkan tabel sekolah, sarpras, peserta didik, ptk, rombongan belajar, pembelajaran
  • [Perbaikan] Mengubah pengaturan bahasa tampilan standar menjadi bahasa Indonesia
  • [Perbaikan] Bug tidak bisa simpan pengguna pada tambah pengguna di menu manajemen pengguna
  • [Perbaikan] Bug tidak bisa tambah program pengajaran baru untuk SMA
  • [Perbaikan] Penonaktifan menu tambah/ubah/hapus di tabel akreditasi sekolah dan tabel blockgrant
  • [Perbaikan] Penyeragaman deteksi kepala sekolah di beranda dan validasi
  • [Perbaikan] Validasi email dan website pada DuDi
  • [Perbaikan] Perubahan nama kolom "keterangan" menjadi "spesifikasi"
  • [Perbaikan] Verifikasi format penulisan NPWP
  • [Perbaikan] Pengaturan pengisian no SK dan TMT berdasarkan jenis kepegawaian PTK
  • [Perbaikan] Perubahan nama kolom dari "NIK" menjadi "NIK/No. Passport untuk WNA" pada formulir PTK
  • [Perbaikan] Penguncian data rw. sertifikasi, inpassing non-PNS pada data rinci PTK
  • [Perbaikan] Perbaikan nama tab "Buku" menjadi "Buku yang pernah ditulis" pada data rinci PTK
  • [Perbaikan] Tambah baru PTK pada aplikasi dinonaktifkan
  • [Perbaikan] Penambahan kolom referensi "kembali bersekolah"
  • [Perbaikan] Perubahan penamaan kolom dari "Paket Keahlian" menjadi "Program Pengajaran" pada rombongan belajar
  • [Perbaikan] Informasi jumlah jam per kelompok matpel pada pembelajaran
  • [Perbaikan] Unduh excel validasi per kelompok validasi

Aplikasi Dapodik akan senantiasa dilakukan pembenahan, penyempurnaan dan update seiring perkembangan dan tuntutan serta penyesuaian terhadap perubahan dan perkembangan regulasi. Untuk itu, kami senantiasa mengingatkan agar sekolah terus meningkatkan kualitas data Dapodik baik secara kuantitas maupun kualitas.
Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu sekalian, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam Satu Data,
Admin Dapodikdasmen
LINK UNDUHAN

  • Aplikasi Dapodik Versi 2016 (unduh disini atau disini)  
  • Generate Data Prefill (unduh disini)
  • Panduan Penggunaan Aplikasi Versi 2016 (unduh disini)
  • FAQ Dapodik 2016 (unduh disini)
  • Surat Edaran Dirjen Dikdasmen (unduh disini)
  • Formulir Aplikasi Dapodik Versi 2016 (unduh disini)
<iframe src="https://www.facebook.com/plugins/post.php?href=https%3A%2F%2Fwww.facebook.com%2Faji.sanitya.permada%2Fposts%2F10204869714741815&width=500" width="500" height="703" style="border:none;overflow:hidden" scrolling="no" frameborder="0" allowTransparency="true"></iframe>

Rabu, 20 Juli 2016

OPS Siap Kumpulkan Tenaga

Persiapan Rilis Aplikasi Dapodik Versi 2016 Diposting Tanggal: 2016-07-18 20:20:08 Oleh: Administrator




Yth. Bapak/Ibu,
  1. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
  2. Kepala Sekolah SD, SMP, SMA, SMK dan SLB
  3. Operator Dapodik
di Seluruh Nusantara


Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Hari Senin Tanggal 18 Juli 2016 adalah Hari Pertama Sekolah di Tahun Pelajaran 2016/2017, hari dimulainya proses pembelajaran di tahun pelajaran baru. Pergantian tahun pelajaran adalah momen besar bagi sekolah dimana sekolah telah meluluskan dan mengantarkan anak didiknya untuk menempuh pendidikan di jenjang berikutnya, juga telah melakukan proses kenaikan tingkat pada siswa-siswanya dan telah juga membuka proses penerimaan siswa baru. Sebuah pekerjaan besar yang akan terus berulang setiap tahunnya.
Semua proses periodikal yang dilaksanakan tersebut juga harus diikuti dengan melakukan proses dan pemutakhiran data pada sistem pendataan Dapodik, oleh karenanya pergantian tahun ajaran baru juga merupakan momen penting bagi pendataan Dapodik. Diawal tahun ajaran Operator Dapodik akan melakukan proses kelulusan, proses kenaikan kelas, memasukkan data siswa baru dan melakukan pemutakhiran terhadap seluruh data-data periodik.
Memasuki Tahun Pelajaran Baru 2016/2017 ini Aplikasi Dapodik juga akan memasuki era baru, dimana akan dirilis Aplikasi Dapodik 2016. Aplikasi Dapodik 2016 adalah pengembangan dan penggabungan dari Aplikasi Dapodik SD/SMP/SLB dan Aplikasi Dapodik SMA/SMK, jadi Aplikasi Dapodik 2016 dapat digunakan untuk sekolah jenjang SD, SMP, SLB, SMA dan SMK. Secara teknis Aplikasi Dapodik 2016 juga mendapatkan pengembangan dan perubahan yang cukup banyak, baik dari sisi tampilan, pengembangan prosedur Registrasi maupun penambahan fitur dan atribut-atribut data baru lainnya.
Guna mendukung kesuksesan dan kelancaran sekolah dalam melakukan pemutakhiran data menggunakan Aplikasi Dapodik 2016 ini, maka perlu dilakukan beberapa persiapan dan pemahaman agar proses update versi aplikasi maupun proses pemutakhiran data berjalan lancar. Berikut adalah beberapa persiapan yang perlu dilakukan oleh sekolah:

       1. Persiapan Komputer server
Sebagaimana diketahui bahwa pendataan Dapodik telah terintegrasi dengan berbagai system lain untuk melayani kebutuhan data transaksional di Lingkungan Kemendikbud. Maka aplikasi Dapodik harus senantiasa di update dan up grade dari sisi fitur dan teknologinya untuk memenuhi berbagai tuntutan tersebut. Maka dari itu dari sisi teknis kompleksitas Aplikasi Dapodik terus mengalami peningkatan, dimana hal ini menuntut spesifikasi teknis dari komputer yang cukup baik agar Aplikasi Dapodik dapat berjalan dengan optimal. Berikut adalah spesifikasi teknis yang disarankan:
     A. Spesifikasi perangkat keras yang diperlukan adalah:
  • Processor minimal Pentium Core Duo
  • Memory minimal 2 GigaByte
  • Storage tersisa minimal 400 MegaByte
  • CD/DVD drive jika instalasi melalui media CD/DVD
     B. Spesifikasi perangkat lunak yang diperlukan adalah:
  • Windows 7 32 & 64 Bit
  • Windows 8 32 & 64 Bit
  • Windows 8.1 32 & 64 Bit
  • Windows 10 32 & 64 Bit
  • Layar Monitor dengan resolusi minimal 1024 x 768
     C. Terpasang web Browser versi baru
  • Mozilla Firefox
  • Google Chrome
  • Opera
  • Comodo
  • UC Browser

     2. Persiapan SDM, Kode Registrasi dan Akun Aplikasi Dapodik
Peran Operator Dapodik sangatlah penting sebagai pelaku utama operasional Aplikasi Dapodik. Bagi sekolah yang pada tahun pelajaran baru ini juga memiliki/menunjuk Operator Dapodik yang baru maka Kepala Sekolah diharapkan segera menerbitkan SK penugasannya. SK tersebut segera didaftarkan ke Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan(PDSPK) melalui laman: http://sdm.data.kemdikbud.go.id/.  Dengan SK penugasan tersebut operator dapat melakukan verifikasi dan validasi data pokok pendidikan. 
Pada Aplikasi Dapodik 2016 database nya telah dilakukan upgrade versi untuk mengakomodir perkembangan kebutuhan. Maka untuk menggunakan Aplikasi Dapodik 2016 sekolah yang sebelumnya menggunakan Aplikasi Dapodik SD/SMP/SLB versi 4.1.1 dan Aplikasi Dapodik SMA/SMK versi 8.4.0 harus melakukan install ulang menggunakan Installer Dapodik 2016 dan melakukan registrasi ulang kembali. Terdapat pengembangan pada methodology registrasi pada Aplikasi Dapodik 2016, yaitu dapat dilakukan secara Off Line dan On Line. Secara garis besar methode Off Line dilakukan dengan mendownload prefill sedangkan methode On Line registrasi dilakukan secara on line tanpa perlu mendownload prefill sebelumnya. Untuk keperluan registrasi ini maka Operator Dapodik harus menyiapkan:

A. Kode Registrasi
Siapkan Kode Registrasi aktif untuk sekolah masing-masing, kode registrasi akan diperlukan untuk melakukan download prefill atau registrasi on line. Untuk SMA dan SMK kode registrasi dapat dilihat pada laman: http://sdm.data.kemdikbud.go.id/. Sedangkan untuk SD, SMP dan SLB dapat meminta/menanyakan ke KKdatadik di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat.

B. Akun Aplikasi Dapodik
Siapkan akun aplikasi Dapodik berupa user dan password yang telah diregistrasikan pada aplikasi Dapodik versi sebelumnya (Dapodik SD/SMP/SLB 4.1.1 dan Dapodik SMA/SMK 8.4.0) dan telah terdaftar di server Dapodik Pusat. Akun berupa user dan password ini akan diperlukan untuk melakukan download prefill atau registrasi on line. Bagi operator baru (SD/SMP/SLB/SMA/SMK) dapat meminta user dan password Aplikasi Dapodik dari operator lama atau meminta dibuatkan akun baru kepada:
- KKdatadik Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
- Tim Support Dapodikdasmen Pusat

       3. Persiapan Data
Di tahun pelajaran 2016/2017 yang baru tentunya banyak sekali data-data di Aplikasi Dapodik yang harus di lakukan  pemutakhiran dan data baru yang harus dimasukkan. Untuk membantu Operator Dapodik dalam mengumpulkan data awal dan validasi data kepada pemilik data ( peserta didik, GTK, sarpras, dll) maka telah disiapkan formulir pendataan. Formulir pendataan yang telah diisi dan di validasi oleh pemilik data akan menjadi dasar bagi Operator Dapodik dalam entry data dan pemutakhiran data di Aplikasi Dapodik.
Di Aplikasi Dapodik 2016 juga ada penambahan validasi data Kartu Indonesia Pintar (KIP), oleh karenanya sekolah dapat mulai mendata siswanya yang telah menerima KIP. Validasi data akan meliputi Nomor KIP dan Nama yang tertera di KIP.

      4. Panduan Singkat Aplikasi Dapodik 2016
Dalam rangka memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai pengembangan Aplikasi Dapodik 2016, telah disiapkan Panduan Singkat Aplikasi Dapodik 2016. Panduan ini akan berisi penjelasan singkat mengenai perkembangan dan perubahan-perubahan pada Aplikasi Dapodik 2016, sekaligus sebagai panduan untuk melakukan up grade dari aplikasi Dapodik versi lama menjadi Aplikasi Dapodik 2016.


Informasi-informasi diatas penting untuk kami sampaikan diawal sebelum Aplikasi Dapodik 2016 dirilis sebagai bekal pemahaman awal untuk dapat melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan sehingga transformasi ke Aplikasi Dapodik 2016 dapat berjalan dengan lebih baik. Sebagai informasi bahwa INSTALLER APLIKASI DAPODIK 2016 dalam waktu dekat akan segera dirilis.
Harapan kami informasi diawal ini dapat menjadi acuan bagi segenap stakeholder di sekolah untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan lebih baik dan mendorong tercapainya data Dapodik 100% baik secara kuantitas maupun kualitas. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu sekalian, kami ucapkan terima kasih.

 
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam Satu Data,

Admin Dapodikdasmen


LINK UNDUHAN

Kamis, 12 Mei 2016






Sugiyanto,. Guru SLB Negeri Batang ini lahir 59 Tahun yang lalu di Klaten Jawa Tengah tepatnya pada bulan Maret tanggal 20. Sungguh sangat luar biasa sekali sosok guru ini yang pada tahun depan harus menghadapi pensiunya. Beliau dikenal dengan sebutan pak Otong kalau teman - teman sejawatnya memanggil, beliau juga dikenal sebagai guru yang ramah dan mudah bergaul sama siapa saja tanpa memandang tua ataupun muda. Jika dirinya sendiri dikenal sebagai sosok guru yang tengah berjiwa muda dengan gaya yang sedikit Rock N Roul ala 70an dengan macam - macam aksesoris yang biasa menghiasi pada tubuhnya yang masih kekar walaupun usia sudah tidak muda lagi. Otong dianugerahi tiga buah anak cewek cewek dan cowok. Meskipun dengan jiwa mudanya namun Otong ini tetap bisa menjadi bapak untuk anak - anaknya yaitu bapak dengan penuh tanggung jawab dan disiplin dalam mendidik anak anaknya.

 

Selasa, 10 Mei 2016

HUBUNGAN ANTARA GOLONGAN DARAH DENGAN RETARDASI MENTAL PADA SISWA
DI SLB NEGERI BATANG
Proposal Skripsi
Oleh :
FAJAR WIDHI ATMOJO
NIM : 092111146
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG

2014



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
       Perkembangan tentang genetika molekuler di bidang kedokteran berkembang pesat sejak tahun 1978. Hal yang dapat dipelajari dalam ilmu Genetika adalah sifat-sifat kromosom, kelainan kromosom dan tentang pewarisan penyakit-penyakit yang dapat diturunkan melalui sifat genetiknya (Elvita dkk, 2008). Salah satu gangguan yang kemungkinan disebebkan oleh gangguan genetik atau kelainan genetik adalah retardasi mental (Armatas, 2009). Retardasi mental adalah salah satu gangguan yang kemungkinan disebabkan oleh kelainan genetik yang dipelajari dalam ilmu genetika molekuler.
       Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti ataupun tidak lengkap yang ditandai dengan tidak lengkapnya masa perkembangan yang berpengaruh pada kecerdasan secara menyeluruh. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa ataupun gangguan fisik lainnya kerena retardasi mental bukanlah merupakan suatu penyakit (Salmiah, 2010). Dapat disimpulkan, bahwa retardasi mental merupakan keadaan terhambatnya perkembangan jiwa individu yang berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh.
       Hasil studi Bank Dunia dalam Benny dkk (2014) menunjukkan bahwa jumlah masalah kesehatan mental di dunia mencapai 8,1% dari jumlah keseluruhan penduduk dunia. Data Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 menunjukkan bahwa dari jumlah 222 juta penduduk Indonesia, terdapat 2,8 juta jiwa atau 0,7% adalah penyandang cacat. Data penyandang cacat yang diperoleh dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kesejahteraan Sosial (Kesos) Depertemen Sosial RI Tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat 15,41% dari keseluruhan penyandang cacat di Indonesia adalah penyandang retardasi mental. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, di Provinsi Jawa Tengah terdapat 4,7% dari keseluruhan penyandang cacat merupakan penyandang gangguan mental. Prevalensi terjadinya retardasi mental dari tahun ke tahun terus berubah dikarenakan masih kurangnya screening untuk deteksi dini retardasi mental.
       Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa jumlah siswa yang terdaftar pada SLB Negeri Batang pada tahun 2014 adalah sebanyak 110 siswa. Siswa-siswa tersebut terbagi di beberapa kelas antara lain B, C, D, Q dan CD. Kelas B adalah kelas untuk siswa dengan tuna rungu dengan jumlah siswa 25 siswa, kelas C adalah kelas untuk siswa dengan tuna grahita (retardasi mental) sebanyak 41 siswa, kelas D adalah kelas untuk siswa dengan tuna daksa (gangguan gerak) sebanyak 9 siswa, kelas Q adalah kelas untuk siswa dengan autisme sebanyak 12 siswa dan kelas CD adalah kelas untuk siswa dengan cacat ganda sebanyak 23 siswa. Berdasarkan data yang ada di SLB Negeri Batang, menunjukkan bahwa presentase tertinggi adalah kelas C atau kelas dengan siswa retardasi mental dengan presentase 37,27%.
       Retardasi mental berpengaruh besar pada gambaran klinis dan pengguanaan dari semua keterampilan termasuk keterampilan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (PPDGJ-III). Keterbatasan yang ada dan daya kemampuan yang mereka miliki, akan menimbulkan berbagai masalah antara lain kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, kesulitan belajar, kesulitan dalam penyesuaian diri, kesulitan dalam penyaluran tempat kerja, kesulitan dalam pemanfaatan waktu luang bahkan dapat berdampak pada gangguan kepribadian dan emosi baik individu dengan retardasi mental ataupun keluarganya (YPAC, 2013). Bayaknya keterbatasan yang dimiliki anak dengan retardasi mental menunjukkan pentingnya penanganan pada retardasi mental sehingga anak dengan retardasi mental mendapatkan pendidikan yang selayaknya.
       Sebuah riset yang dilakukan oleh tim riset dari Fakultas Kedokteran Universitas Washington Amerika Serikat, menunjukkan bahwa penyebab retardasi mental dan epilepsi adalah adanya gangguan pada segmen kecil DNA yang hilang. Berdasarkan hasil riset tersebut didapatkan bahwa ada salah satu gen yang dikenal dengan CHRNA7 yang bertanggung jawab terhadap peran protein penting yang mengantarkan pesan sel ke otak (Salmiah, 2010). Riset yang dilakukan oleh Salmah (2010) didapatkan hasil kelainan kromosom merupakan penyebab pada 28% kasus retardasi mental yang terjadi di SLB Negeri Semarang. Berdasarkan riset diatas, fungsi intelegensia pada retardasi mental dipengaruhi oleh faktor kelainan kromosom atau faktor genetik.
       Sebuah riset yang dilakukan oleh Laksono dkk (2011) di RSUD Serang, selama tahun 2007 sampai tahun 2010 menunjukkan terdapat 3 kasus yang dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu Asma, Hipertensi primer dan Skizofrenia dengan presentase 0,026%. Nofiansyah (2014) dalam risetnya menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara golongan darah B dengan perilaku kekerasan pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Berdasar riset diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik dan golongan darah terhadap gangguan jiwa.
       Darah merupakan bagian penting dari sistem transport tubuh, karena secara umum sistem transport tubuh manusia terdiri dari jaringan yang berbentuk cair (Depkes RI, 2009). Ryouka (2011, dalam Nofiansyah, 2014) mengemukaan, perbedaan jenis karbohidrat dan protein adalah yang men-jadikan ciri khas dan pembeda pada masing-masing individu sehingga terbentuk penggolongan darah jenis A B O. Berdasarkan uraian diatas, maka masing-masing golongan darah memiliki substansi protein yang berbeda.
       Sasmita (2008, dalam Nofiansyah, 2014) mengemukakan, perbedaan substansi protein di dalam darah telah diatur secara genetik dan diwariskan secara autosom kodominan dalam sistem alel ganda yang terdapat dalam kromosom. Berdasarkan pewarisan genetik tersebut, ekspresi gen yang terdapat dalam suatu kromosom akan menghasilkan protein yang selanjutnya akan berperan sebagai penentu golongan darah. Apabila saat proses pewarisan ini terjadi gangguan kecil pada DNA maka akan mempengaruhi substansi-substansi lainnya (Sacher & McPerson, 2004). Perubahan substansi protein akan mempengaruhi substansi lainnya yang berdampak pada kelainan genetik.
B.     Perumusan Masalah
       Berdasarkan fenomena-fenomena diatas yaitu mengenai dampak dari retardasi mental, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara golongan darah dengan retardasi mental di SLB Negeri Batang. Berdasarkan masalah penelitian diatas, maka peneliti membuat rumusan masalah “Apakah ada hubungan antara golongan darah dengan retardasi mental pada siswa di SLB Negeri Batang?”.
C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
       Mengetahui hubungan antara golongan darah dengan retardasi mental pada siswa di SLB Negeri Batang.
2.      Tujuan Khusus
a.       Diketahuinya karakteristik siswa SLB Negeri Batang (jenis kelamin dan usia).
b.      Diketahuinya jenis golongan darah pada siswa retardasi mental di SLB Negeri Batang.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Profesi
       Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi profesi perawat dalam bidang kesehatan tentang hubungan antara golongan darah dengan retardasi mental. Setelah mengetahui hasil penelitian ini, diharapkan profesi keperawatan tertarik untuk mempelajari keperawatan secara molekuler sehingga dapat mengetahui kelainan-kelainan genetik, khususnya pada retardasi mental. Profesi perawat diharapkan juga dapat mengembangkan riset sejenis dan kemudian menjadikan penelitian ini sebagai salah satu rujukan untuk penelitian yang berikutnya.
2.      Institusi
       Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi SLB Negeri Batang terkait siswanya yang mengalami retardasi mental sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di SLB Negeri Batang. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang, juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikannya dengan menjadikan penelitian ini menjadi tambahan kepustakaan untuk Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
3.      Masyarakat
       Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat terkait dengan retardasi mental, baik yang sudah terdiagnosa ataupun resiko tinggi retardasi mental berdasarkan golongan darah. Di lingkugan masyarakat juga dapat dilakukan tes untuk mengetahui anaknya terdiagnosa retardasi mental atau tidak sehingga anak dengan retardasi mental dapat memeperoleh pendidikan yang selayaknya karena anak adalah anugrah terindah yang telah diberikan Sang Pencipta.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
       Pada BAB II ini dibahas berbagai tinjauan teori dan konsep yang berkaitan dengan permasalahan penelitian sebagai penunjang hipotesis awal yang penulis cetuskan. Adapun konsep dan teori meliputi retardasi mental dan golongan darah.
A.    Tinjauan Teori
1.      Retardasi Mental
       Selama 50 tahun terakhir prevalensi dan kejadian keterbelakangan mental telah dipengaruhi oleh beberapa hal. Seiring dengan perkembangan dalam ilmu kedokteran molekuler memungkinkan untuk dilakukan deteksi dini atau bahkan pencegahan terjadinya retardasi mental. Menurut Salmiah (2010), diperkirakan angka kejadian retardasi mental adalah 2-3 % dalam suatu populasi.
a.       Definisi Retardasi Mental
       Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti ataupun tidak lengkap yang ditandai dengan tidak lengkapnya masa perkembangan yang berpengaruh pada kecerdasan secara menyeluruh. Retardasi Mental (mental retardation) bukan merupakan penyakit, melainkan hasil patologik di dalam otak yang menggambarkan keterbatasan intelektual dan fungsi adaptif (Armatas, 2009). Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa ataupun gangguan fisik lainnya (Salmiah, 2010). Dapat disimpulkan bahwa retardasi mental merupakan keadaan terhambatnya perkembangan jiwa yang berpengaruh pada keterbatasan secara menyeluruh.
b.      Klasifikasi Retardasi Mental
       Standar fungsi intelektual pada retardasi mental dapat diketahui dengan test fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ (Salmiah, 2010).
Rumus test fungsi IQ:
IQ        = MA/CA x 100%
Keterangan:
MA           : Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil test
CA            : Cronological Age, umur berdasarkan perhitungan tanggal
  lahir
       Derajat retardasi mental dalam DSM-IV dalam Siagian (2010) dibagi menjadi beberapa kriteria sebagai berikut:
1)   Fungsi intelektual di bawah rata-rata kira-kira dibawah 70.
2)   Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam fungsi adaptif sekarang (efektivitas orang tersebut untuk memenuhi standar yang dituntut menurut usianya dalam kelompoknya) pada sekurang-kurangnya dua bidang keterampilan berikut yaitu komunikasi, merawat diri, keterampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana masyarakat, mengarahkan diri sendiri, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, liburan, kesehatan, dan keamanan.
3)   Usia kurang dari 18 tahun.
       Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) (dalam Benny, 2014), retardasi mental dibawah usia 18 tahun di klasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 2.1  Klasifikasi Retardasi Mental Berdasar IQ
Derajat retardasi mental
IQ
Borderline
Ringan
Berat
Sangat Berat
50-70
35-50
20-35
< 20
       Berdasarkan penggolongan tadi, anak retrdasi mental adalah anak dengan fungsi intelektual di bawah normal atau IQ dibawah 70.
       Klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ-III tercantum pada F70 sampai dengan F79, dengan penjabaran sebagai berikut:
1)   F70 Retardasi mental ringan
a)      Berdasarkan dengan tes IQ yang baku dan tepat, maka IQ berkisar antara 50 sampai 69.
b)      Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa, akan tetapi mayoritas penderita retardasi mental ringan dapat mencapai kemampuan berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan juga mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun perkembangannya agak lambat dari anak normal.
c)      Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita.
d)     Keadaan lain yang menyertai seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi, gangguan tingkah laku atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis tersendiri.
2)   F71 Retardasi mental sedang
a)      IQ biasanya mempunyai rentang antara 35 sampai 49.
b)      Umumnya ada profil kesenjangan (discrepancy) dari kemampuan. Beberapa dapat mencapai kemampuan yang lebih tinggi dengan keterampilan visuo-spasial dari pada tugas-tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana.
c)      Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang retardasi mental sedang.
d)     Autisme masa kanak-kanak atau gangguan perkembangan perfasif lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis sendiri.
3)   F72 Retardasi mental berat
a)      IQ biasanya dalam rentang antara 20 sampai 34
b)      Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal:
(1)   Gambaran klinis
(2)   Terdapat etiologi organik
(3)   Kondisi yang meyertainya
(4)   Tingkat prestasi yang rendah
c)      Mayoritas penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang mencolok atau kekurangan lain yang menyertainya, menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat.
4)   F73 Retardasi mental sangat berat
a)      IQ biasanya berada dibawah 20
b)      Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, paling tidak penyandang retardasi mental masih dapat mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana.
c)      Keterampilan visuo-spasial yang paling dasar tentang memilih dan mencocokan mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat, penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga.
d)     Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada sebagian besar kasus.
e)      Biasanya terdapat disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat, yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi dan penurunan daya lihat dan daya dengar. Sering terdapat gangguan perkembangan pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak khas terutama pada penderita yang tidak dapat bergerak.
5)   F78 Retardasi mental lainnya
       Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan memakai prosedur biasa sangat sulit dan tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli, dan penderita yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
6)   F79 Retardasi mental yang tak tergolongkan
       Terdapat jelas adanya retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk menggolongkan dalam salah satu penggolongan retardasi mental yang tersebut di atas.
c.       Etiologi Retardasi Mental
       Beberapa gangguan telah ditemukan memiliki dasar etiologi yang pasti, yang mungkin biokimia, kromosom, kelainan genetik Mendel, atau karena efek lingkungan seperti racun, infeksi, trauma atau anoxia perinatal, tetapi dalam persentase yang signifikan dari kasus yang mendasari penyebab masih belum diketahui (Faradz, 2005). Menurut Armatas (2009), penyebab retardasi mental dapat dikategorikan sebagai berikut:
1.      Kondisi Genetik
       Keterbelakangan mental dapat disebabkan oleh sejumlah gangguan gen tunggal. Beberapa kondisi genetik yang dapat mempengaruhi kejadian retardasi mental antara lain fragile X syndrome, neurofibromatosis, tuberous sklerosis. Beberapa kelainan genetik lain yang dapat menyebabkan retardasi mental antara lain Down Syndrome (trisomi 21), Sindrom Klinefelter (47, XXY). Kelainan-kelainan genetik ini dapat diwariskan dari orang tua.
2.      Masalah Prenatal
       Retardasi mental dapat terjadi ketika janin tidak mampu berkembang dengan maksimal atau sempurna. Beberapa penyebab prenatal termasuk infeksi kongenital seperti cytomegalovirus, toksoplasmosis, herpes, sifilis, rubella dan Human Immuno-deficiency Virus (HIV), demam pada ibu pada trimester pertama, paparan alkohol. Komplikasi prematuritas juga ikut serta dalam faktor penyebab terjadinya retardasi mental antara lain BBLR atau paparan postnatal.
3.      Masalah Perinatal
       Masalah-masalah perinatal yang dapat mempengaruhi terjadinya retardasi mental antara lain akhir kehamilan (komplikasi kehamilan, penyakit dalam ibu seperti gangguan jantung, penyakit ginjal, diabetes dan disfungsi plasenta), saat melahirkan (berat prematuritas, berat lahir sangat rendah, asfiksia lahir, sulit dan trauma kelahiran), neonatal (septicemia, ikterus, hipoglikemia).
4.      Masalah Postnatal (pada masa bayi dan masa anak-anak)
       Pada masa bayi dan anak-anak sangat rentan terjangkit beberapa infeksi otak seperti tuberkulosis, ensefalitis dan meningitis. Penyebab lain yang sangat memugkinkan terjadinya retardasi mental merupakan cedera kepala, paparan timbal kronis dan malnutrisi.
5.      Gangguan Metabolisme
       Terdapat beberapa kasus gangguan metabolisme misalnya hipotiroidisme, mucopolysaccharidosis dan sphingolipidoses sangat berperan sebagai penyebab retardasi mental karena beberapa kondisi tadi membuat tubuh mengalami penurunan respon terhadap adanya infeksi. Kedokteran molekuler telah dapat mendeteksi beberapa kondisi diatas sehingga memungkinkan untuk dilakukan pencegahan secara dini.
6.      Paparan beberapa Penyakit atau Racun
       Campak dan meningitis merupakan beberapa keadaan yang dapat mempengaruhi terjadinya retardasi mental. Adanya paparan racun seperti timah dan merkuri juga merupakan penyebab terjadinya retardasi mental.
7.      Defisiensi Yodium
       Dampak jangka panjang dari kekurangan yodium adalah retardasi mental. Keadaan ini disebut fullfledged kretinisme. Keadaan seperti ini dalam bentuk yang ringan akan mengakibatkan penurunan kecerdasan. Beberapa keadaan lain yang mungkin terjadi saat tubuh mengalami defisiensi yodium adalah terjadinya pembesaran kelenjar tiroid.
8.      Malnutrisi
       Jangka panjang saat tubuh mengalami kekurangan nutrisi maka otak juga akan mengalami penurunan karena kurangnya energi yang akan berpengaruh pada penurunan intelegensi.
d.      Diagnosis Retardasi Mental
       Diagnosis retardasi mental tidak hanya difokuskan pada pasien dengan retardasi mental saja (Sularyo dkk, 2000). Langkah pertama dalam diagnosis retardasi mental adalah mendapatkan data pasien dan keluarga secara komperhensif (Armatas, 2009). Data-data tersebut sangat menunjang untuk mengetahui penyebab dari retardasi mental.
       Penilaian tentang keadaan fisik dan juga lingkungan juga perlu dilakukan, tetapi untuk mendiagnosis anak tersebut retardasi mental paling mudah menggunakan tes IQ (Salmiah, 2010). Tes IQ dilakukan dengan memberikan beberapa soal kepada anak dengan tujuan untuk mengetahui fungsi otak kiri dalam mengatur kemampuan berbahasa, logika, akademis, analisis dan intelektual (Siagian, 2010). Anak dengan retardasi mental adalah anak dengan penurunan kemampuan berbahasa, logika, akademis, analisis dan intelektual sehingga dengan tes IQ dapat menegakkan diagnosa retardasi mental.
       Ada beberapa komponen dalam tes IQ, Alder (2001) dalam Siagian (2010) menjelaskan ada 4 bidang luas dalam tes IQ, antara lain:
1)   Penalaran verbal
a)      Kosa kata (vocabulary), mendefinisikan kata, seperti “uang” dan “amplop”
b)      Pemahaman (comprehension), menjawab pertanyaan seperti “Ke mana orang membeli makanan?” dan “Mengapa orang menyisir rambutnya?”
c)      Keganjilan (absurdities), mengenali bagian “lucu” dari sebuah gambar, seperti “Anak perempuan mengendarai sepeda di atas danau” atau “Pria botak menyisir rambutnya”
d)     Hubungan verbal (verbal relation), mengatakan bagaimana tiga kata pertama di dalam urutan adalah mirip satu sama lain dan bagaimana mereka berbeda dari kata keempat, contohnya syal, dasi, selendang, dan baju.
2)   Penalaran kuantitatif
a)      Kuantitatif (quantitative), melakukan hitungan aritmatika sederhana seperti memilih mata dadu dengan enam titik, kerena jumlah titik sama dengan kombinasi mata dadu dua titik dan empat titik.
b)      Urutan angka (number series), mengisi dua angka selanjutnya seperti 20, 16, 12, 8, ...
c)      Membentuk persamaan (equation building), membentuk persamaan dari susunan berikut:
2 3 5 + = . Jawaban yang benar adalah 2 + 3 = 5.
3)   Penalaran abstrak atau visual
a)      Analisis pola (pattern analysis), mencontoh bangun sederhana dengan balok.
b)      Mencontoh gambar (copying), mencontoh gambar geometris yang ditunjukkan oleh penguji, seperti gambar persegi empat yang dipotong oleh dua diagonal.
4)   Memori jangka pendek
a)      Mengingat bentuk (bead memory), menunjukkan beberapa bentuk manik-manik yang berbeda dan disusun di sebuah kayu. Buatlah yang sama dengan ingatan saja.
b)      Mengingat kalimat (memory of sentences), mengulangi kalimat yang diucapkan oleh penguji seperti “Sekarang waktunya tidur” dan “Ken membuat gambar untuk hadiah ulang tahun ibunya.”
c)      Mengingat angka (memory of digits), mengulangi urutan angka yang diucapkan oleh penguji seperti 5, 7, 8, 3, maju atau mundur.
d)     Mengingat benda (memory of objects), menunjukkan gambar satu benda seperti jam dan gajah, satu per satu kenali benda tersebut dalam urutan penampilannya yang tepat digambar yang juga mencakup benda lain, contohnya bis, badut, gajah, telur, dan jam.
e.       Dampak Retardasi Mental
       Perkembangan anak retardasi mental berbeda dengan anak lainnya, anak retardasi mental mempunyai kemampuan perkembangan dalam komunikasi, fungsi akademik dan keterampilan yang dibawah rata-rata dibandingkan dengan anak normal umumnya (Siagian, 2010). Penururnan fungsi perkembangan ini berpengaruh pada gambaran klinis dan pengguanaan dari semua keterampilan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (PPDGJ-III). Anak retardasi mental akan mengalami gangguan dalam hal secara umum dan menyeluruh.
       Menurut Kaplan & Sadock (1997) dalam Siagian (2010), ada beberapa kriteria anak dengan rerdasi mental berdasar derajat dan usia, antara lain:
1)   Derajat sangat berat
       Ketika usia prasekolah (0-5 tahun) retardasi mental jelas terlihat, kapasitas fungsi minimal dalam sensorimotorik, memerlukan perawatan, memerlukan bantuan dan pengawasan. Ketika usia sekolah/latihan dan pendidikan (6-20 tahun) terdapat beberapa perkembangan motorik dan dapat berespon minimal atau terbatas menolong dirinya sendiri. Usia dewasa/keadekuatan (>21 tahun) terdapat perkembangan motorik dan bicara, serta dapat mencapai perawatan diri yang sangat terbatas.
2)   Derajat berat
       Usia prasekolah didapatkan perkembangan motorik kurang, bicara sedikit, tidak mempunyai kemampuan berkomunikasi. Usia sekolah anak dengan retardasi mental mampu berbicara. Usia dewasa terdapat peran dalam pemeliharaan diri sendiri di bawah pengawasan serta dapat mengembangkan keterampilan melindungi diri sendiri.
3)   Derajat sedang
       Usia prasekolah anak dengan retardasi mental dapat berbicara untuk berkomunikasi, kesadaran sosial yang buruk, dan pengembangan motorik yang bagus. Usia sekolah, dapat memperoleh manfaat dari latihan keterampilan yang diajarkan dan dapat pergi sendiri ke tempat yang tidak dikenal. Usia dewasa, dapat bekerja sendiri dalam pekerjaan yang tidak terlatih di bawah pengawasan.
4)   Derajat ringan
       Usia prasekolah, dapat mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi, retardasi minimal dan bidang sensori-motorik lebih baik. Usia sekolah, dapat belajar keterampilan akademik sampai kira-kira kelas enam pada usia remaja. Usia dewasa pasien biasanya dapat mencapai keterampilan sosial dan kejuruan yang adekuat untuk membiayai diri sendiri minimal.
       Menurut Yayasan Penyandang Anak Cacat (YPAC) Indonesia tahun 2013, anak dengan retardasi mental akan mengalami permasalahan dalam menjalani kehidupannya baik secara kualitatif ataupun kuantitatif. Masalah-masalah ini dapat berbeda-beda yang kemudian dikelompokkan sebagai berikut:
1)      Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari
       Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri dalam kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi keterbatasan anak retardasi mental dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak mengalami kesulitan. Penurunan pemeliharaan kehidupan sehari-harinya sangat memerlukan bimbingan karena itulah disekolah diharapkan dapat memberikan sumbangan layanan yang berarti dalam melatih dan membiasakan anak retardasi mental untuk merawat dirinya sendiri.
2)      Masalah kesulitan belajar
       Dengan keterbatasan kemampuan berfikir mereka, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mereka akan mengalami kesulitan belajar. Kesulitan tersebut terutama dalam bidang pelajaran akademik, sedangkan bidang studi non-akademik mereka tidak banyak kesulitan dalam belajar. Masalah yang dirasakan kaitannya dalam proses belajar mengajar diantaranya adalah kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, mencari metode yang tepat, kemampuan berfikir abstrak, daya ingat yang lemah dan sebagainya.
3)      Masalah penyesuaian diri
       Masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah atau kesulitan dalam hubungan dengan kelompok maupun individu disekitarnya. Disadari bahwa kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan. Dikarenakan tingkat kecerdasan anak retardasi mental dibawah rata-rata, maka dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan. Disamping itu, anak dengan retardasi mental, ada kecenderungan untuk diisolir atau dijauhi oleh lingkungannya, masyarakat atau keluarganya.
4)      Masalah penyaluran ke tempat kerja
       Kehidupan anak retardasi mental cenderung masih banyak yang menggantungkan diri kepada orang lain terutama kepada keluarga dan masih sedikit sekali yang dapat hidup mandiri. Perlu disadari betapa pentingnya masalah penyaluran tenaga kerja tuna grahita (retardasi mental) ini, untuk itu perlu difikirkan matang-matang dan secara ideal dapat diwujudkan dengan penanganan yang serius. Karena ternyata anak dengan retardasi mental, setelah selesai dari program pendidikannya ternyata masih banyak yang menggantungkan diri dan membebani kehidupan keluarganya.
       Berdasar penjabaran diatas hendaknya pihak sekolah lebih banyak meningkatkan kegiatan non akademik, baik itu berupa kerajinan tangan, ketrampilan dan sebagainya yang semua itu diharapkan dapat membekali mereka untuk terjun ke masyarakat.
5)      Masalah pemanfaatan waktu luang
       Anak dengan retardasi mental dapat tergolong dengan menjadi anak yang hiperaktif dan anak yang cendering berdiam diri. Anak yang hiperaktif akan cenderung beresiko mengganggu ketenangan lingkungannya sementara anak yang cenderung berdiam diri dan menjauhkan diri dari keramaian akan sangat beresiko untut terjadinya perilaku bunuh diri. Berdasar hal tersebut, sangat perlu adanya kegiatan dalam waktu luang, sehingga anak dengan retardasi mental dapat terjauhkan dari bahaya dan tidak beresiko mengganggu ketenangan lingkungan.
6)      Masalah kepribadian dan emosi
       Penurunan kemampuan mental anak dengan retardasi mental dapat mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi, sosial dan intelektualnya. Keadaan ini dapat dilihat pada kegiatan sehari-hari anak retardasi mental yang hanya berdiam diri selama berjam-jam, gerakan yang hiperaktif, mudah marah dan tersinggung atau bahkan suka mengganggu orang lain.
2.      Golongan Darah
       Perbedaan jenis karbohidrat dan protein yang menempel pada permukaan sel darah adalah merupakan ciri khas yang menjadikan perbedaan golongan darah pada masing-masing individu. Secara genetik perbedaan ini akan diwariskan dengan sistem alel ganda.
a.       Definisi Darah
       Darah merupakan bagian penting dalam sistem transport tubuh, karena secara umum sistem transport tubuh manusia terdiri dari bagian yang berbentuk cair (Depkes RI, 2009). Darah adalah suatu suspensi pertikel di dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit (Anggraeni, 2014). Berdasar penjelasan diatas berarti darah adalah suatu komponen elektrolit yang digunakan untuk sistem transport tubuh.
       Komponen darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit) (Prince & Wilson, 2005). Pergerakan fisiologis darah berada di dalam pembuluh darah menyebabkan sel-sel darah menyebar merata di plasma darah (Sheerwood, 2011). Dapat disimpulkan darah secara fisiologis memiliki fungsi sebagai berikut (Handayani dan Hariwibowo, 2008):
1.    Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut ini:
a)      Mengangkut oksigen (O) dan karbondioksida (CO).
b)      Mengangkut sisa-sisa dari hasil metabolisme jaringan berupa urea, kreatinin dan asam urat.
c)      Mengangkut sari makanan yang diserap melalui usus untuk disebarkan ke seluruh tubuh.
d)     Mengangkut hasil-hasil metabolisme.
2.    Mengatur keseimbangan cairan tubuh.
3.    Mengatur panas tubuh.
4.    Berperan serta dalam mengatur asam-basa (pH) cairan tubuh.
b.      Jenis Golongan Darah
       Kemajuan pemeriksaan kariotip yang canggih dapat mengetahui bahwa semua sel darah normar dianggap berasal dari satu sel induk pluropotensial dengan kemampuan bermitosis (Anggraeni, 2014). Sel induk ini akan berdiferensiasi menjadi sel limfosis dan sel mieloid yang seiring dengan pendewasaanya akan beredar dalam darah dan menempel di permukaan sel darah (Price & Wilson, 2005). Pada permukaan sel darah, akan ditemukan sel-sel darah yang berasal dari satu sel induk.
       Ryouka (2011, dalam Nofiansyah, 2014) mengemukakan pada membran permukaan sel darah merah akan ditemukan jenis karbohidrat dan protein yang bervariasi. Protein yang menempel di permukaan sel darah merah tersebut sering disebut sebagai antigen herediter yang bertugas menentukan golongan darah (Sherwood, 2011). Ganong (2002, dalam Anggraeni, 2014) mengemukakan Antigen tersebut dinamakan aglutinogen. Golongan darah individu akan memiliki antigen yang berbeda dengan golongan darah lain.
       Antigen golongan darah bertugas untuk memproduksi antibodi yang berguna untuk melawan penyebab penyakit (D’Adamo, 2006). Antibodi secara alami muncul dalam plasenta sejak bayi berusia sekitar 6 bulan (Anggraeni, 2014). Dalam masing-masing golongan darah akan memiliki bagian protein dan gugus gula yang mungkin akan berbeda dan menjadikan dasar kekhasan antigen-antibodi (Suryo, 2010). Antigen-antibodi akan memiliki ciri khas yang dapat dikenali dari susunan protain ataupun gugus gula suatu golongan darah.
Tabel 2.2  Antigen dan antibodi dalam Golongan Darah Manusia
(Melati dkk, 2011).
Golongan darah
Antigen dalam eritrosit
Antibodi dalam serum
A
B
AB
O
A
B
A dan B
-
Anti-B
Anti-A
-
Anti-A dan Anti-B
       Berdasar tabel diatas dapat diketahui bahwa seseorang dengan golongan darah tertentu akan memiliki antigen yang sama dengan golongan darah tersebut tetapi tidak memiliki antibodi yang sama dengan antigen yang dia miliki.
c.       Struktur Golongan Darah Sistem ABO
       Gugus gula spesifik yang terletak di ujung sebuah rantai gula pendek yang melekat ke suatu molekul kompleks dengan struktur protein atau lemak adalah kunci dari aktifitas antigenik (Anggraeni, 2014). Golongan darah sistem ABO tersusun dari 4 molekul gula dan protein atau lemak yang berikatan diantaranya adalah D-galaktosa, N-asetilgalaktosamin, N-asetilglukosamin dan L-fukosa (Sacher & Mc Pherson, 2004). Aktifitas antigenik tersusun dari molekul gula dan protein atau lemak yang saling berikatan.
1)      Golongan darah A
       Golongan darah A memiliki antigen-A pada permukaan sel darah merah dan cairan serum darah terdapat IgM antibodi yang bertugas melawan antigen-A (Daniels, 2001). Antigen-A tersusun dari 1 molekul fukosa, 2 molekul galaktosa, 1 molekul N-asetilgalaktosamin dan 1 molekul N-asetilglukosamin (Sacher & McPherson, 2004). Kelebihan N-asetilgalaktosamin akan menjadikan golongan darah tersebut berfenotip A (Anggraeni, 2014). N-asetilgalaktosamin adalah molekul yangdingunakan untuk penanda jenis golongan darah A.
       Antigen-A yang dimiliki golongan darah A akan menggumpal saat bertemu dengan Abtibodi-A (HTA Indonesia, 2003). Individu dengan golongan darah A hanya dapat menerima donor darah dari golongan darah A dan O tetapi hanya bisa mendonorkan kepada golongan darah A dan AB (Nofiansyah, 2014). Antibodi-A akan menggumpal saat bertemu dengan Antigen-A yang dimiliki golongan darah A sehingga golongan darah A tidak bisa mendapat donor dari golongan darah B dan AB.
2)      Golongan darah B
       Golongan darah B akan memiliki antigen-B yang menempel di permukaan sel dara merah dan cairan serum darah terdapat IgM antibodi yang berfungsi untuk melawan antigen-B (Daniels, 2001). Antigen-B tersusun dari molekul galaktosa yang berlebih (Sacher & Mc Pherson, 2004). Kelebihan molekul galaktosa akan menjadikan golongan darah ini berfenotip B (Anggraeni, 2014). Molekul galaktosa yang berlebih adalah adalah ciri yang menyusun antigen-B.
       Golongan darah B akan menggumpal jika bertemu dengan golongan darah A (HTA, 2003). Antigen-B yang dimiliki golongan darah B akan bergranulasi saat bertemu dengan antbodi-B yang dimiliki golongan darah A (Daniels, 2001). Individu dengan golongan darah B hanya bisa menerima donor dari golongan darah B dan O tetapi hanya bisa mendonorkan darahnya ke individu dengan golongan darah B dan AB (Nofiansyah, 2014). Individu dengan golongan darah B tidak dapat mendonorkan darahnya ke golongan darah A karena antigen-B akan bergranulasi jika bertemu dengan antibodi-B.
3)      Golongan darah AB
       Golongan darah AB adalah golongan darah yang sama sekali tidak memiliki antibodi di dalam serum darah (Daniels, 2001). Golongan darah ini memiliki antigen-A dan antigen-B (Nofiansyah, 2014). Gabungan dari gugus glikoprotein yang ada di golongan darah A dan golongan darah B adalah ciri khas penyusun golongan darah AB (Anggraeni, 2014). Golongan darah AB adalah golongan darah yang tersusun atas gugus glikoprotein yang ada di golongan darah A dan golongan darah B sehingga golongan darah ini sama sekali tidak memiliki antibodi.
       Golongan darah AB tidak memiliki antibodi karena golongan darah ini memiliki antigen-A dan antigen-B (Daniels, 2001). Antigen-A akan menghasilkan antibodi-B dan antigen-B akan menghasilkan antibodi-A, tetapi dalam kasus ini apabila masing masing antigen-A ataupun antigen-B menghasilkan antibodi, maka darah pada individu akan menggumpal dan menyebabkan kematian (Garratty, 2005). Berdasarkan hal tersebut, maka individu dengan golongan darah AB dapat menerima donor dari golonngan darah mana saja tetapi hanya bisa mendonorkan darahnya ke golongan darah yang sama (Nofiansyah, 2014). Aktifitas pendonoran harus selalu memperhatikan antigen-antibodi individu baik yang mendonor ataupun yang didonorkan.  
4)      Golongan darah O
       Golongan darah O merupakan golongan darah dengan ciri tidak ditemukan antigen-A dan antigen-B pada permukaan sel darah merah dan di serum darah terdapat IgM antibodi-A dan antibodi-B (Daniels, 2001). Terdapat beberapa gugus glikoprotein yang menyusun golongan darah ini antara lain 1 molekul fukosa, 1 moleku N-asetilglukosamin dan 2 molekul galaktosa (Sacher & Mc Pherson, 2004). Gugus glikoprotein tidak bersifat imunogenik (Anggraeni, 2014). Gugus glikoprotein yang bersifat tidak imunogenik ini yang menjadikan banyak yang berpendapat bahwa golongan darah O adalah golongan darah yang tidak memiliki antigen di permukaan sel darah merah.
       Granulasi dapat terjadi pada golongan darah ini jika bertemu dengan golongan darah yang memiliki antigen-A dan antigen-B (Garratty, 2005).  Individu dengan golongan darah AB dapat mendonorkan darah ke semua jenis golongan darah tetapi hanya bisa mendapatkan donor dari golongan darah sejenisnya saja (Nofianyah, 2014). Penentuan golongan darah sangatlah penting untuk mencegah penggumpalan darah pada saat aktifitas donor darah dilakukan.
       Pewarisan golongan darah dalam sistem ABO telah diatur secara autosom kodomian dalam sistem alel ganda yang ada di dakam gen suatu kromosom (Sasmita, 2008 dalam Nofiansyah 2014). Dilihat dari sudut genetiknya, glikoprotein penyusun golongan darah dalam sistem ABO ternyata memiliki dasar yang serupa (Sacher & McPherson, 2004). Gugus hidrat arang adalah penentu antigen golongan tertentu karena gugus hidrat arang akan mengalami perubahan bertingkat setelah terkena pengaruh dari gen H, A, B dan O yang kemudian akan menjadi antigen golongan darah tertentu (Daniels, 2001). Gugus hidrat yang mendapat pengaruh dari gen H, A, B dan O akan menjadi senyawa tertentu yang telah diatur secara autosom kodominan.
d.      Cara menentukan golongan darah
       Darah memiliki antigen dan antibodi, dimana masing-masing antigen dan antibodi terdiri dari A dan B (Melati dkk, 2011). Pengujian golongan darah menggunakan suatu serum penguji yang disebut test serum yang terdiri dari test serum anti-A dan test serum anti-B (Sasmita, 2008 dalam Nofiansyah, 2014).
Tabel 2.3  Logika Penggumpalan
Serum Anti-A
Serum Anti-B
Golongan Darah
Menggumpal
Tidak Menggumpal
A
Tidak Menggumpal
Menggumpal
B
Menggumpal
Menggumpal
AB
Tidak Menggumpal
Tidak Menggumpal
O
       Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa saat dilakukan pengujian golongan darah akan terlihat terjadinya gumpalan atau tidak menggumpal sama sekali pada sampel darah karena adanya reaksi antigen dan antibodi.
       Antigen dan antibodi adalah sejenis protein yang menempel di permukaan sel darah merah yang menunjukkan jenis golongan darah tertentu (Daniels, 2003). Golongan darah menusia diatur secara genetik dalam sistem alel ganda (Nofiansyah, 2014). Alel merupakan sepasang gen yang terletak pada lokus yang berada pada kromosom homolog yang bertugas sebagai pembawa informasi genetik yang diturunkan (Elvita dkk, 2008).
Tabel 2.4  Alel Ganda Golongan Darah (Saefudin, 2007)
Golongan Darah
Alel Ganda
A
Iá´¬Iá´¬/Iá´¬iá´¼
B
Iá´®Iá´®/Iá´®iá´¼
AB
Iá´¬Iá´®
O
iá´¼iá´¼
       Perkawinan dengan sistem alel ganda akan menjadikan individu akan mempunyai variasi golongan darah yang akan diturunkan.
B.     Kerangka Teori








Text Box: Deteksi Dini Retardasi Mental Berdasar Golongan Darah
 

(Armatas, 2009; Siagian, 2010; YPAC, 2013; Nofiansyah, 2014)
Gambar Skema 2.1  Kerangka Teori
Keterangan :
                              : Area yang diteliti
                              : Area yang tidak diteliti
C.    Hipotesis
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah, karena jawaban tersebut masih didasarkan pada teori yang relevan belum sampai pada fakta empiris melalui pengumpulan data. Hipotesis penelitian ada dua yakni hipotesis kerja (Ha) dan hipotesis nol (Hο), hipotesis kerja secara umum dinyatakan dalam kalimat positif sedangkan hipotesis nol dapat dinyatakan kalimat negatif (Hidayat, 2010).
Hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut:
Ha : Ada hubungan antara golongan darah dengan retardasi mental pada siswa retardasi mental di SLB N Batang.
Ho : Tidak ada hubungan antara golongan darah dengan retardasi mental pada siswa retardasi mental di SLB N Batang.


BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Kerangka Konsep
Text Box: Retardasi MentalVariabel Independen                                                  Variabel Dependen
 

Gambar Skema 3.1  Kerangka Konsep
Keterangan:
                        : Area yang diteliti
                        : Ada hubungan
B.       Variabel Penelitian
1.      Variabel bebas            : Golongan darah.
2.      Variabel terikat          : Retardasi mental pada siwa-siswi dengan retardasi
 mental di SLB Negeri Batang.
C.      Desain Penelitian
       Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional, dimana peneliti berupaya mencari adanya hubungan antar variabel. Adapun penelitian ini menggunakan desain pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan variabel dependen hanya satu kali pada satu saat dan tidak ada tindak lanjut. Variabel independen dan dependen tidak harus dinilai dalam satu waktu, tetapi hanya dinilai satu kali saja. Studi ini akan memperoleh prevelensi atau efek fenomena (variabel independen) dihubungkan dengan penyebab (variabel independen) (Nursalam, 2011).
D.      Populasi dan Sampel Penelitian
1.      Populasi
       Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi dengan retardasi mental yang berada di kelas C yang bersekolah di SLB Negeri Batang. Populasi pada penelitian ini berjumlah 41 siswa.
2.      Sampel Penelitian
       Sampel penelitian adalah bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian memalui sampling. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.
       Untuk mendapatkan data sesuai dengan fokus penelitian ini, maka peneliti menentukan responden penelitian dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut:
a.       Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada populasi target dan populasi terjangkau (Sastroasmoro, 2008).
Kriteria inklusi pada penelitian ini:
1)      Siswa-siswi dengan retardasi mental yang sedang menjalani pendidikan di SLB Negeri Batang.
2)      Siswa-siswi dengan retardasi mental berusia <18 tahun.
3)      Siswa-siswi yang bersedia menjadi responden.
b.      Kriteria Eksklusi adalah sebagian subjek yang memenuhi kriteria inklusi yang harus dikeluarkan dari studi karena berbagai sebab (Sastroasmoro, 2008).
Kriteria eksklusi pada penelitian ini:
1)      Siswa-siswi yang menolak untuk dilakukan pengujian golongan darah.
E.       Tempat dan Waktu Penelitian
       Penelitian ini dilakukan di SLB Negeri Batang. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Desember 2014.
F.       Definisi Operasional
Tabel 3.1  Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1.
Golongan darah
Sebuah pengklasifikasian darah berdasarkan komponen atau subsatansi antigen (protein, glikoprotein, glikolipid) yang menempel pada permukaan sel darah merah. Perbedaan substansi ini mengakibatkan darah di klasifikasikan menjadi 4 golongan yaitu jenis golongan darah A, B, O dan AB.
Menggunakan alat atau bahan cek golongan darah serum anti-A dan anti-B.
Didapatkan kategori menjadi 4 golongan darah:
-       A
-       B
-       O
-       AB
Nominal
2.
Retardasi mental
keadaan perkembangan jiwa yang terhenti ataupun tidak lengkap yang ditandai dengan tidak lengkapnya masa perkembangan yang berpengaruh pada kecerdasan secara menyeluruh
Menggunakan tes Intelegensi Question (IQ)
Didapatkan kategori retardasi mental berdasarkan tes IQ:
-        Ringan
-        Sedang
-        Berat
-        Sangat berat
Ordinal
G.      Instrumen atau Alat Pengumpulan Data
1.      Instrumen Data
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data antara lain:
a.       Absensi siswa, digunakan untuk mengetahui data-data sampel penelitian seperti nama, usia dan jenis kelamin.
b.      Pengukuran, alat ukur cek golongan darah (serum anti-A dan serum anti-B) yang digunakan untuk mengecek jenis golongan darah (A, B, AB, O) dan tes IQ untuk mengetahui tingkat atau kriteria pada retardasi mental.
2.      Uji Instrumen Penelitian
       Tujuan dari uji instrumen penelitian ini adalah sejauh mana instrumen yang dilakukan untuk penelitian dapat diterima atau ditolak.
H.      Metode Pengumpulan Data
       Setelah mendapatkan ijin dari pihak SLB Negeri Batang, peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat peran serta selama penelitian. Proses pengumpulan data dilakukan peneliti dibantu dengan guru-guru yang bekerja di SLB Negeri Batang, yang telah menyamakan persepsinya agar tidak timbul adanya suatu kerancuan baik peneliti ataupun guru.
       Pertama, penguji menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian ini kepada siswa-siswi dengan retardasi mental ataupun orang tuanya agar terbina hubungan saling percaya. Setelah mengetahui tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian ini diharapkan orang tua siswa-siswi dengan retardasi mental bersedia menjadi responden yang kemudian akan dilakukan tes Intelegensi Question (IQ) untuk mengetahui siswa-siswi tersebut mengalami retardasi mental dalam tingkat ringan, sedang, berat atau sangat berat. Kemudian melakukan kontrak waktu dan persetujuan (informed consent) untuk mengecek golongan darah siswa-siswi dengan retardasi mental dengan menggunakan serum anti-A dan anti-B. Pengumpulan data dilakukan dengan cara angket langsung dan mengecek golongan darah pasien yang memenuhi syarat serta bersedia menjadi responden.
I.         Analisa Data
1.      Pengelolaan Data
       Menurut Hidayat (2007), dalam proses pengelolaan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya:
a.       Editing
       Upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
b.      Coding
       Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pada waktu analisa data.
c.       Entry data
       Kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau databes komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel.
d.      Melakukan teknik analisis
       Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis. Penelitian ini analisis analitik dengan menggunakan statistika inferensial. Statistik inferensial (menarik kesimpulan) adalah statistika yang digunakan untuk menyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan statistik (sampel) atau lebih dikenal dengan proses generalisasi dan inferensial.
2.      Jenis Analisa Data
       Jenis analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.       Analisa Univariat
       Bertujuan untuk menggambarkan sampel penelitian dari semua variabel penelitian dengan cara menyusun secara tersendiri untuk masing-masing variabel. Adapun variabel-variabel yang dianalisa yaitu: golongan darah dan retardasi mental pada siswa retardasi mental, keduanya masing-masing berskala antara nominal dan ordinal.
b.      Analisa data  Bivariat
       Digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (golongan darah) dengan variabel dependen (retardasi mental pada siswa dengan retardasi mental). Penelitian ini menggunakan uji statistik Chi-Square (Sugiyono, 2010).
Rumus Chi-Square atau Chi Kuadrat:


Description: Description: Description: D:\kuliah\skripsi\jiwa\SKRIPSI SLB\preview_html_29e4aa1f.gif
 
 

Keterangan:
X² : Chi-Square
f˳   : frekuensi yang diobservasi
fh   : frekuensi yang diharapkan
Untuk mengetahui kekuatan atau keeratan hubungan dua variabel. Menurut Dahlan (2013), pelaksanaan uji dengan menggunakan program statistik SPSS (Statistik Product and Service Solution).
Korelasi Chi-Square untuk mengetahui sebagai berikut:
1)      Apabila (p value < 0,05), Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
2)      Apabila (p value > 0,05), maka Ha ditolak dan Ho diterima berarti tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
J.        Etika Penelitian
       Tahap awal sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan usulan proposal peneliti untuk mendapatkan rekomendasi dari Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Ketua Program Studi S1 Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang. Setelah mendapatkan persetujuan maka barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang dibedakan menjadi beberapa prinsip sebagai berikut (Nursalam, 2008):
1.      Prinsip Manfaat
a.       Bebas dari penderitaan
       Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.
b.      Bebas dari eksploitasi
       Partisipasi subjek, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakini bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun.
c.       Risiko (benefit ratio)
       Peneliti harus hati-hati, mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
2.      Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia
a.       Hak untuk ikut atau tidak ikut menjadi responden
       Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan berakibat terhadap dirinya.
b.      Hak untuk mendapat jaminan dari perlakuan yang diberikan
       Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi pada subjek.
c.       Informed consent
       Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.
3.      Prinsip Keadilan
a.       Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil
       Subjek harus diperlakukan yang adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaanya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.
b.      Hak dijaga kerahasiaanya
       Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality).